JAYAPURA– Ada yang beda saat pendaftaran Bakal Calon Legislatif di KPU Papua Pegunungan, jika yang lain mendaftar diantar dengan mobil, tidak demikian dengan Ketua DPW PAN Papua Pegunungan Sinut Busup, ia mendaftar bacaleg PAN menggunakan becak sebagai sarana transfortasinya ke KPU.
“Saya mendaftar ke KPU pake becak,” katanya, Senin (15/05) di Abepura.
Bukan tanpa alasan ke KPU pake becak, ternyata ada historinya, Sinut Busup mengakui becak sangat berjasa dan pernah mewarnai hidupnya selama tujuh tahun di Wamena.
“Dulu saya abang becak, saya bisa sekolah pun dari narik becak,” katanya.
Ia menceritakan perjalanannya setelah lulus SD di Korupun tahun 1992 kemudian melanjutkan sekolah di Wamena.
“Keinginan untuk melanjutkan sekolah sangat kuat sekali, dari Korupun jalan kaki ke Wamena enam malam tujuh hari, jalan kaki dari jam empat pagi sampai jam enam sore, kalau ada perkampungan numpang tidur di masyarakat, kalau masih di tengah hutan belantara di mana ada gua batu, tidur bawah gua batu, sampai tiba Wamena .Tiba di Wamena tidak bisa langsung melanjutkan sekolah karena tidak ada biaya untuk sekolah, akhirnya saya narik becak, becak kecil warna kuning di belakang Lapas Wamena,” katanya.
Satu tahun kemudian tahun 1994, ia masuk sekolah di SMPN 1 Wamena, pulang sekolah narik becak, kadang bantu angkat barang di pasar Nayak.
“Selain narik becak saya juga pernah jadi buruh di toko bangunan, angkat semen, triplek dan bahan bangunan lainnya. Pokoknya kerja apa saja yang penting bisa makan dan sekolah,” katanya.
Ia pernah ditegur gurunya gara-gara seragam sekolahnya kotor sekali, lehernya badaki, entah berapa hari bajunya tidak dicuci karena tidak ada uang untuk beli sabun B-29, uang yang didapat dari narik becak hanya cukup untuk makan.
“Seragam kotor itu karena beli sabun saja susah, akhir nya ke sekolah pakai lagi tidak dicuci, pulang sekolah jalan kaki tidak ganti baju lanjut narik beca. Ibu guru lihat dan tanya “hey anak tidak bisa cuci baju seragam kah” saya hanya diam saja. Kemudian ibu guru bilang lagi ‘ Si Busup dengar kah tidak’ karena malu saya hanya garuk-garuk kepala, terakhir ibu guru bilang ‘pokoknya besok anak cuci baju sampai bersih baru datang ke sekolah. Begitu pulang saya buka baju seragam, memang betul seragam kotor sekali, apalagi di leher baju hitam seperti oli hitam yang lengket di kerah baju,” Sinut menceritakan.
Diakunya, saat itu Sinut punya seragam itu hanya satu, kadang dipake narik becak. Setelah lulus SMP tidak langsung lanjut ke SMA karena tidak ada biaya, menunggu sampai dua tahun kemudian baru bisa melanjutkan ke SMA. Lulus SMA merantau ke Jayapura dengan satu tekad melanjutkan sekolah, harus kuliah dan jadi sarjana.
“Kemudian saya melanjutkan sekolah kuliah ke STIE Port Numbay Jayapura, lulus dengan IPK 3,35 dan meraih Cumlaude. Dengan meraih Cumlaude saya semangat sekali untuk melanjutkan S2, kemudian lanjut S2 di Universitas Cenderawasih mengambil jurusan Program Magister Ilmu Ekonomi,” katanya.
Sambil kuliah S2, lanjutnya, ia mencoba terjun ke dunia politik menjadi caleg untuk periode tahun 2009-2014 ia meraih suara terbanyak kedua, tahun 2013 menjadi anggota dewan, menggantikan anggota dewan yang di PAW. Tahun 2014 -2019 nyaleg lagi dan lolos juga di tahun 2019 – 2024 ia lolos sampai sekarang, menjadi tiga periode.
“Waktu saya masih sekolah di Wamena tidak terpikir kehidupan saya bisa seperti sekarang, bisa menjadi anggota dewan dan ketua partai. Dari situlah saya semakin yakin dan percaya, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, begitu juga dengan perjalanan hidup saya, dari seorang pekerja kasar, dekil, kotor akhirnya bisa seperti sekarang, ” katanya.
Kemarin saat di Wamena, Sinut bertemu dengan orang-orang yang dulunya tahu Sinut sang penarik becak, mereka seperti tidak percaya, anak yang dulunya kotor, dekil kini menjadi anggota dewan dan ketua partai,
“Sekolah itu penting, dengan sekolah kita bisa merubah kehidupan menjadi lebih baik, seandainya dulu saya tidak melanjutkan sekolah belum tentu bisa seperti sekarang,” pungkasnya.**