BerandaRagamSPUK2P: Umat Katolik Papua Merindukan Suara Gembala

SPUK2P: Umat Katolik Papua Merindukan Suara Gembala

JAYAPURA–Peringatan 72 Tahun Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2020, Solidaritas Peduli Umat Katolik Pribumi Papua (SPUK2P) menyatakan umat Katolik Papua merindukan suara gembala dengan ayat Alkitab, jangan biarkan serigala datang dan menerkam domba-domba gembalaan-Mu.

“Suka duka, kecemasan, harapan dan kegembiraan umat Tuhan di Tanah Papua haruslah menjadi suka duka, kecemasan, harapan dan kegembiraan para uskup di Tanah Papua,” kata Koordinator SPUK2P, Cris Dogopia di Abepura, Kamis (10/12).

Ia menjelaskan, masa perintisan Gereja Katolik di Tanah Papua dimulai sejak misionaris tiba di pantai Skroe (Fakfak), pantai Kipia Mapar, Kaimana, Manokwari, Arso, Hollandia  dan pantai Selatan Pulau Papua (1894-1896, 1937-1966). Masa awal perintisan ini ditandai dengan pembukaan sekolah-sekolah, perluasan pusat-pusat pelayanan (Misi), hingga pada tahapan gereja yang otonom (Gereja Partikular).

“Gereja otonom yang dimaksudkan adalah pembentukan keuskupan-keuskupan baru di Papua. Dengan adanya gereja yang otonom (Partikular) maka dibukalah pusat-pusat pengkaderan di berbagai bidang, terlebih khusus dalam bidang pelayanan pastoral guna mengisi dan atau melengkapi kekurangan tenaga pastoral di masing-masing keuskupan,” terangnya.

Sejak berdirinya gereja otonom kata Dogopia, semangat gereja misi mulai ditinggalkan. Artinya bahwa gereja memulai suatu gerakan mempersiapkan dan memberdayakan potensi-potensi lokal yang ada (dalam segala bidang). Gereja tidak lagi mengharapkan dan berharap pada bantuan pihak luar (para Misionaris Asing).

Dikatakan, Gereja Katolik di Papua mulai berpikir dan mengarah bukan lagi sebagai Gereja Katolik Di Papua, tetapi Gereja Katolik Dari Papua (Gereja Partikular). Itu berarti, Gereja menampakkan diri sebagai Gereja khas dari Papua, yang mana Orang Papua menjadi subjek dari pengembangan dan pembangunan gereja itu sendiri. Gereja menjadi Gereja Katolik dari Papua, yang bercorak khas Papua. Karena, orang Papua sendirilah yang menjadi subjeknya.

“Harapan akan Gereja Partikular dari Papua belum sepenuhnya terpenuhi, karena gereja masih saja menutup diri terhadap dinamika sosial-budaya Papua. Gereja belum sepunuhnya membuka diri dan menjadikan suka duka, kecemasan, harapan dan kegembiraan umat Tuhan di Tanah Papua menjadi suka duka, kecemasan, harapan dan kegembiraan Gereja Katolik dari Papua,” Ujarnya.

Selama ini Dogopia, ia mengakui bahwa Gereja Katolik ada dan hadir di tanah Papua karena misi keselamatan dari Allah kepada Segala bangsa termasuk bangsa Papua, rumpun melanesia. Gereja Katolik hadir di Tanah Papua karena adanya orang Papua. Melalui dan oleh gereja, misi keselamatan Allah diwartakan di atas Tanah Papua demi dan untuk keselamatan bagi yang tertindas, terhina, teraniaya dan yang dibunuh oleh karena memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan perdamaian.

“Misi itulah yang saat ini diteruskan oleh gereja. Oleh karena itu gereja partikular haruslah menjadi gereja katolik dari Papua yang berjalan bersama orang Papua yang tersingkir, termarginalisasi dan dibunuh (Option for the Poor),” Ujarnya.

Selain itu, dia mengakui dan mengapresiasi sikap 57 imam asli Papua yang telah bersuara atas peristiwa HAM di Papua, terutama peristiwa rasisme dan berakhirnya Otsus.(lex)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer

Komentar Terbaru

error: Content is protected !!