JAYAPURA – Pertemuan Calon Gubernur Papua Benhur Tomi Mano (BTM) dengan Mananwir Keret Sroyer, Samuel Sroyer di Sorido, Kabupaten Biak, tidak sah karena apa yang dilakukan Mananwir Samuel Sroyer melanggar tatanan adat, hal tersebut disampaikan Willem Sroyer saat jumpa pers, Jumat malam (15/11) di Abepura.
Dikatakannya, itu bukan solusi karena, dalam statemennya yang disampaikan 19 Oktober, menolak segala permintaan dari BTM. Itu satu kesalahan yang dibuat oleh Mananwir Samuel Sroyer.
“Terkait pertemuan di Sorido, Biak bersama dengan BTM, keduanya tidak tahu adat, itu bukan anak adat, anak adat itu duduk dipara-para adat, melakukan ritual adat yang sebenarnya. Itu baru dibilang anak-anak adat,” katanya.
BTM sebagai anak Port Numbay yang punya strata adat yang dibilang sebagai anak adat, sama dengan Samuel Sroyer yang diangkat sebagai mananwir untuk melindungi masyarakatnya, warga atau keretnya.
“ Itu suatu kesalahan yang dibuat oleh Samuel Sroyer. Saya tidak setuju dengan perbuatan Samuel Sroyer,” katanya.
Apa yang dibuat Samuel Sroyer dengan BTM itu satu kesalahan besar, karena kejadiannya ada di Kota Jayapura, BTM melakukan kesalahan di Organda kepada Willem Sroyer lalu apa tujuannya ke Biak dan meminta maaf kepada Mananwir Samuel Sroyer dan marga Sroyer di Biak.
“Jadi, pertemuan tersebut tidak sah, apalagi tidak melibatkan saya. Polda Papua akan memanggil Samuel Sroyer ke Jayapura untuk mempertanggung jawabkan apa yang dia sampaikan ke media, bahwa ia menolak permintaan maaf dari BTM, kenapa dibalik itu, ia datang ke kediaman BTM tanpa sepengetahuan saya, padahal persoalan ini adalah persoalan saya,” ungkapnya.
Justru dia datang ke kediaman BTM untuk silaturahmi yang dilakukan, tanpa sepengetahuannya. Padahal, ini adalah persoalan saya yang dia lakukan. Berarti ini bukan nama adat, namun diduga karena sesuatu ia datang. Jangan karena uang harga diri dan martabatmu diinjak-injak,” ujarnya.
Sebagai anak adat, ujar Willem Sroyer, seharusnya patuh dan menghargai hak adat. Bukan justru sembunyi mendatangi BTM di kediamannya dan mengatur dan mengumpulkan warganya di Biak untuk perdamaian.
“Orang Papua bilang kamu dua tidak tahu adat. Saudara BTM dengan saudara Samuel Sroyer, mestinya duduk diatas para para adat, kita saling memaafkan, ada doa pengampunan dan saling perdamaian. Orang Biak bilang begini ko bayar sa baru sa bayar ko, karena ko salah,” katanya.
Untuk itu, Willem Sroyer meminta kepada Manpur Apolos Sroyer untuk mengevaluasi dan mengundang keluarga untuk menurunkan Samuel Sroyer karena sudah melanggar tatanan adat
“Pertemuan di Biak, itu tidak sah. Dan saya minta dikembalikan ke adat dan saya minta kepada Manpur Apolos Sroyer untuk mengundang semua keluarga mananwir untuk mencopot Samuel Sroyer dari jabatannya, karena itu sudah memalukan dan menginjak harkat dan martabat orang Papua, orang Biak khususnya keret atau marga Sroyer,” ungkapnya.
Ditanya apakah BTM pernah datang untuk meminta maaf secara langsung? Willem Sroyer mengakui jika BTM melakukan komunikasi melalui WA, bahkan telepon untuk meminta maaf. Namun, BTM tidak pernah berinisiatif datang ke rumahnya untuk meminta maaf kepadanya.
Bahkan, justru BTM mengutus beberapa orang untuk memfasilitasi bertemu dengannya, baik bertemu langsung ataupun melalui telepon.
“Tapi saya merasa bahwa yang bertanggung jawab adalah saudara BTM. Karena yang menyampaikan di orasi dia bahwa itu saudara BTM. Jadi, mestinya beliau sendiri harus datang ke saya secara pribadi atau keluarga untuk menyelesaikan itu,” katanya.
“Jadi, bukan saudara BTM saja yang mestinya datang, bahkan sampai istrinya juga menyampaikan ke media bahwa saya datang mengemis untuk meminta rekomendasi maju caleg. Padahal, saya tidak pernah lakukan. Apa yang dituding oleh saudara BTM dan istrinya itu, saya tidak pernah lakukan. Jadi, saya merasa difitnah dan dilecehkan,” sambungnya.
Mestinya, kata Willem Sroyer, sebagai calon Gubernur Papua atau calon pemimpin Papua, BTM secara gentle datang meminta maaf kepadanya. Bukan justru memintanya datang ke rumah untuk menyelesaikan persoalan itu.
“Sebagai calon pemimpin, BTM kalau gentle datang sendiri ke saya, supaya saya bisa mengampuni. Kalau perlu saya pertimbangkan apa yang akan saya lakukan,” tegasnya.
Untuk itu, Willem Sroyer memilih menempuh jalur hukum dengan melaporkan BTM ke Polda Papua. “Tetap saya lanjutkan persoalan ini,” ujarnya.
Willem Sroyer meminta Kapolda Papua untuk merespon dengan cepat laporannya tersebut. Sebab, ia melihat kurang responsif dalam menangani laporannya yang sudah beberapa hari dilaporkan ke Polda Papua.
“Sepertinya kurang respon. Karena sudah beberapa hari ini, tidak pernah ada menghubungi saya untuk laporan saya yang sudah masuk ke Polda Papua,” tandasnya.
“Jadi, saya minta kepada Kapolda melihat bawahannya, karena terkesan lambat dalam merespon sehingga Kapolda harus jeli melihat itu,” pungkasnya.
Sekretaris Dewan Adat Biak Wilayah Tanah Tabi, Winan Yeninar juga sangat menyayangkan pertemuan Mananwir Keret Sroyer, Samuel Sroyer dengan BTM di Sorido, Biak.
“Ketika kami komitmen melanjutkan persoalan saudara Willem Sroyer dengan saudara BTM, karena persoalan itu harus diselesaikan sesuai dengan etika dan tatanan adat. Ternyata, pada Minggu lalu, bapak Samuel Sroyer lalai dalam tugas apa yang menjadi komitmen atau secara aturan adat, dia melanggar dan pergi melakukan tindakan permintaan maaf secara sepihak, itu berarti oknum, bukan dalam kapasitas sebagai Mananwir Keret Sroyer,” katanya.
Mestinya, jelas, Mananwir Samuel Sroyer harus berjalan sesuai dengan aturan atau tatanan adat dalam menyelesaikan masalah itu. Bahkan, mestinya diselesaikan melalui sidang adat, bukan melalui sidang adat lewat keret terlebih dahulu, tapi hal itu sudah masuk tingkat atas mananwir atau adat di Tabi.
“Setelah itu, menghadirkan di tingkat manawir keret dan dia akan duduk bersama kami, Mananwir Apolos Sroyer sebagai manpun seluruh Provinsi Papua dan kami di Tanah Tabi membawahi 4 kabupaten dan 1 kota, maka kita duduk bersama sehingga dari situ proses adat berjalan,” paparnya.
“Nanti kita tanya lagi ke pihak korban bagaimana? Kita selesaikan ini dengan saling memaafkan. Berarti bapak BTM harus datang sesuai dengan ketentuan kami. Bukan menurut kemauan dari pihak pelaku ini kepada pihak korban. Itu yang akan dilakukan dalam sidang adat,” sambungnya.
Ditambahkan, dalam sidang adat ini, ada pengaduan atau permintaan dari pihak pelaku untuk minta maaf, kemudian nanti dudukkan disitu dan tahapan proses adat jalan dulu, lalu dipertimbangkan oleh badan peradilan adat dalam lembaga peradilan adat di tingkat Tanah Tabi, yang akan dipertimbangkan oleh Manpun selaku dewan adat Biak seluruh Provinsi Papua.
“Baru disitu dipertimbangkan permintaan maafnya. Disitu ada sanksi adat, nilainya besar atau kecil nanti dipertimbangkan sesuai dengan tindakan apa yang disampaikan bapak BTM kepada saudara Willem Sroyer,” pungkasnya. **