JAYAPURA-Tokoh masyarakat Kampung Mosso, Stanis Tanfa Chilong mengimbau kepada seluruh masyarakat Papua agar tetap menjaga kedamaian. Ia meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi isu yang mengganggu stabilitas keamanan Papua.
Hal ini menyusul adanya riak-riak dari mahasiswa serta sejumlah tokoh masyarakat yang membuat petisi berisi desakan tujuh terdakwa di balik kerusuhan Jayapura, pada 29 Agustus 2019 lalu untuk segera dibebaskan.
Seperti diketahui, tujuh terdakwa rusuh Jayapura kini menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka didakwa sebagai dalang kerusuhan hingga pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Kantor Gubernur Papua.
Menurut Stanis, desakan dari berbagai pihak tersebut berdampak pada psikologis masyarakat perbatasan. Pasalnya, dalam petisi justru ketujuh terdakwa disebut-sebut sebagai Tahanan Politik (Tapol).
Padahal kata Stanis, kerusuhan disertai pembakaran ratusan rumah dan tempat usaha milik warga sipil di Kota Jayapura merupakan tindak kriminal murni yang dilakukan oknum. Bukan terkait politik, meskipun ditengarai tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Kota Surabaya dan Malang, Jawa Timur.
“Narasi (dalam petisi,red) ini kan membuat gaduh dan bingung masyarakat, khususnya kami di perbatasan RI-PNG. Kedaulatan negara ini harus kita jaga dan terduga aktor kerusuhan sudah diproses. Meskinya proses hukum harus kita hargai,” kata Stanis yang juga Ondoafi Mosso, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Senin (15/6).
Stanis meminta kepada pemerintah, DPR Papua, LBH Jayapura, Komnas HAM dan MRP sebagai representasi kultural untuk menyatukan persepsi terkait masalah yang dihadapi ketujuh terdakwa tersebut.
“Kalau masalah ini dibicarakan dengan hati maka gejolak di masyarakat tidak muncul. Apalagi Papua saat ini menghadapi pandemi Covid-19,” ujarnya.
Stanis juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua agar memperhatikan masyarakat Perbatasan di Skouw dan Kampung Mosso, yang kini dalam masa sulit akibat dampak dari masa Tanggap Darurat Covid-19.
“Kami berharap pemerintah memperdulikan kami sebagai warga negara yang turut menjaga kedaulatan di perbatasan ini. Wabah virus Corona ini juga membuat perekonomian warga saya susah. Bantuan sosial sangat kami butuhkan,” pintanya.
Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengharapkan para mahasiswa serta seluruh tokoh masyarakat agar benar-benar memahami rentetan permasalahan yang melilit tujuh terdakwa di balik kerusuhan Jayapura, pada 29 Agustus 2019 lalu.
Waterpauw mengajak masyarakat agar menghargai proses hukum yang berjalan. Apa pun hasilnya nanti, itulah yang menjadi keputusan terbaik oleh hakim terhadap ketujuh terdakwa.
“Saya berharap kepada para tokoh untuk kita berbicara. Klarifikasi dan hargai tugas kami. Kita hargai proses hukum. Apa pun hasilnya nanti itu adalah keputusan hakim. Jangan membuat opini yang acak,” tegas Waterpauw kepada wartawan di Mapolda Papua, Jumat (12/6) lalu.
“Harus dipahami, peran ketujuh orang itu sebagai tokoh atau sosok pengendali dalam rangka mendorong kekerasan itu terjadi. Kita bicara hukum dan kami sebagai penegak hukum objektif menanganinya,” tambahnya.
Untuk diketahui, tujuh terdakwa yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan itu adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Buchtar Tabuni, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika, Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alexander Gobay, serta Feri Bom Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin.
Dalam persidangan yang digelar PN Balikpapan pada 2 Juni 2020 dan 5 Juni 2020, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut ketujuh terdakwa kerusuhan Jayapura itu dengan hukuman penjara antara 5 tahun hingga 17 tahun. Buchtar Tabuni dituntut hukuman balik berat, 17 tahun penjara. Sementara Steven Itlay dan Agus Kossay masing-masing dituntut 15 tahun penjara. Alexander Gobay dan Fery Kombo masing-masing dituntut 10 tahun penjara. Sedangkan Irwanus Uropmabin dan Hengky Hilapok masing-masing dituntut hukuman 5 tahun penjara.(tambunan)
Ondoafi Mosso: Jangan Terprovokasi Isu yang Mengganggu Kamtibmas Papua
