JAYAPURA-Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah mengambil kebijakan pemberian kuota internet untuk siswa dan guru di tengah masa pandemi Covid-19. Hanya saja, program tersebut dirasakan kurang tepat jika diberlakukan di Provinsi Papua.
Oleh sebab itu, Sekretaris Komisi V DPR Papua Fauzun Nihayah,S.Hi,MH meminta agar program tersebut khususnya di Papua harus dikaji lebih mendalam lagi. Dikarenakan lanjut politisi Partai NasDem ini, infrastruktur jaringan internet di Papua hanya berlaku di daerah-daerah perkotaan saja. Ditambah, tidak semua siswa di Papua memiliki Hand Phone (Hp) Android.
“Untuk di Papua terkait (program) pembagaian kuota internet harus perencanaan matang. Karena Papua tidak bisa disamakan dengan yang lain,” kata Fauzun Nihayah kepada Bintang Papua Online via seluler, Jumat (4/9).
Menurutnya, yang juga harus dipikirkan pemerintah adalah nasib guru kontrak.
“Jangan sampai kuota internet dibagikan tapi karena signal tidak baik, proses pembelajaran secara daring tidak optimal. Itu hanya buang anggaran,” ujarnya.
“Untuk Papua program tersebut perlu dikaji lagi. Harus perencanaan matang,” timpalnya.
Ditambahkannya, pihaknya lebih setuju jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan anggaran untuk membiayai aktivitas pembelajaran melalui metode luring.
“Saya justru lebih setuju jika metode luring. Bagaimana di Papua, pemerintah pusat harus membantu menyediakan radio dan alat komunikasi lainnya. Itu sangat optimal dirasakan. Dan bagaimana pemerintah bekerjasama dengan guru untuk mengisi siaran di radio maupun televisi dengan materi pelajaran,” pungkasnya.(nik)
Fauzun Nihayah: Metode Luring Lebih Tepat Dibandingkan Daring
